30 April 2020

TSS 30 April 2020

Edit Posted by with No comments

Waktu anak-anak minta jajan ke warung steak di Cawas, Klaten, aku penasaran dengan nama menu Ayam Patah Hati, maka aku memesannya. Begitu makanan disajikan aku tertawa, ternyata yang disebut Ayam Patah Hati adalah nasi dengan lauk hati ayam digoreng. "Hati ayamnya kecil banget," komentarku. Suamiku menyahut, "Itu pasti hati ayamnya dibelah dua, namanya juga patah." Kami tertawa lagi jadinya. Ada-ada saja.

(Pengirim: Sabtiyaningsih, Sidowayah RT 01 RW 06 Ngreco, Weru, Sukoharjo 57562)

Dimuat di harian Merapi edisi 30 April 2020.

20 Maret 2020

TSS 20 Maret 2020

Edit Posted by with No comments

Ketika mau ada mahasiswa KKN hendak ditempatkan di kampungku, warga yang rumahnya biasa dijadikan posko menolak ditempati lagi. Dia beralasan, katanya KKN yang sebelum ini, ada yang melarikan mukena dan rok kesayangannya dari jemuran. Sebetulnya sudah ia minta lewat WhatsApp, dijanjikan mau dikembalikan, tapi sampai sekarang mahasiswi itu tak kunjung datang.

(Pengirim: Sabtiyaningsih, Sidowayah RT 01 RW 06 Ngreco, Weru, Sukoharjo 57562)

Dimuat di harian Merapi edisi 20 Maret 2020.

03 November 2019

Kita, Allah, dan Timbal-Balik Ingatan

Edit Posted by with No comments

Jika kita senantiasa mengingat Allah, pastilah Allah akan juga ingat dan hadir dalam segala aspek kehidupan kita

Siapa yang tidak kenal Wirda Mansur, puteri dari Ustaz Yusuf Mansur yang semakin tenar berkat film The Santri yang dibintanginya? Selain bakat aktingnya di depan kamera, cantik, juga hafizah, ia juga suka menulis. Salah satu karyanya yang merupakan buku keempat, Remember Me & I Will Remember You, adalah karya yang bagus dan sangat pas untuk bacaan para remaja milenial, khususnya agar tidak lupa kepada Tuhan.

Ingat Allah agar Dia Ingat Kita

Wirda memulai tulisannya dengan mengutip arti dari Surah Al-Baqarah ayat 152 yang sangat familiar di telinga kita, yang artinya: “Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu. Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”


Allah Swt mengajarkan agar kita tidak pernah merasa hilang harapan, tak ada masa depan, tak ada kesempatan. Allah mengajarkan kita untuk menjadi seorang pemenang, bukan pengecut. Allah juga yang mengajarkan bahwa kita sebenarnya memiliki peluang yang sangat banyak. Untuk itulah Allah berfirman, “Fadzkuruni adzkurkum. Ingatlah kamu kepada-Ku, maka Aku akan mengingatmu.” [hlm. 4]

Sudah selayaknya, dalam senang ingat Allah Swt, dalam susah pun tidak melupakan-Nya. Saat kenyang ingat Allah, saat lapar pun juga demikian. Sibuk ingat Allah, senggang pun ingat Allah. Dalam apa saja, kita harus ingat Allah Swt. Jika kita selalu mengingat Allah, pastilah Allah akan hadir di setiap momen dalam hidup kita. [hlm. 6]

Menikmati Masalah Hidup bersama Allah

Yang namanya kehidupan, tentu banyak problematikanya. Salah satu sikap terbaik kita adalah menghadapinya dengan penuh keyakinan, bahwa Allah selalu menemani kita. Kita harus yakin bahwa Allah akan memberikan kemudahan-kemudahan kepada kita. Jangan pernah menyerah, apalagi jika kita sadar sepenuhnya, banyak hikmah dari setiap permasalahan yang ada.

Percayalah, masalah itu yang akan membesarkan kita, mendongkrak kita, menguatkan kita, bila… ada ‘bila’-nya nih, bila kita lalui dan nikmati proses itu bersama Allah. [hlm. 9]

Kesabaran Mengantar Kita pada Allah

Dalam menjalani kehidupan sosial, seribu kawan membawa seribu kelakuan, seribu karakter, seribu adat dan kebiasaan. Kita sikapi dengan berpikir positif, dan bersabar. Cermati dulu, baru bicara dan bertindak. Utamakan koreksi diri dan perbaikan.

Usahakan berterima kasih kepada orang-orang yang ngeselin, resek, belagu, buruk sama kita, serta tidak baik sama kita. Sebab mereka partner terbaik supaya kita bisa sabar. Orang-orang sabar disayang Allah? Maka, berarti sejatinya, mereka adalah pengantar kita kepada Allah. [hlm. 28]

Ujian yang kita jalani, adalah kehendak Allah dan kita sebagai hamba-Nya tidak layak menyalahkan, apalagi menganggap Allah tidak adil pada kita. Kita semua milik Allah, suka-suka Dia mau menguji sejauh dan sebesar apa.

Allah akan mengangkat derajat kita jika lulus dalam menghadapi ujian yang Dia berikan. Kuncinya tentu adalah kesabaran dan keikhlasan. Selalu memohon pada-Nya agar diberikan yang terbaik.

Setiap ujian yang Allah bagi pasti ada hikmahnya. Semakin Allah sayang kepara seorang hamba-Nya, semakin kuat ujian buatnya. [hlm. 205]

Buku tersebut memberi kita sebuah pengertian akan timbal-balik ingatan, antara kita dengan Allah Swt. Bahwa jika kita ingat, Dia pun ingat. Pun sebaliknya, jika kita lupa, Dia pun demikian. Ini memberi kita pelajaran untuk senantiasa mengingat, menggantungkan segala urusan kita kepada-Nya.

Wirda menggunakan bahasa sederhana dan akrab dengan dunia remaja dalam bukunya ini. Ia berharap agar generasi muda selalu mengingat Allah dalam setiap cita-citanya. Menghadirkan Allah dalam segala aktivitas kesehariannya. Menyertakan Allah dalam menikmati setiap ujian kehidupan. Penuhi keyakinan, Allah selalu bersama kita.

Sekali lagi, kata Allah, “Ingatlah Aku, dan Aku akan mengingatmu.”

Judul buku : Remember Me & I will Remember You
Penulis : Wirda Mansur
Penerbit : KataDepan
ISBN : 978-602-5713-87-3
Cetakan : Pertama, April 2019
Tebal : vi + 286 halaman

Dimuat di Website Harakatuna edisi 27 Oktober 2019

13 Oktober 2019

Tasawuf Sosial untuk Mengokohkan Pancasila

Edit Posted by with No comments

Judul : Tasawuf Sosial KH. MA. Sahal Mahfudz
Penulis : Dr. Jamal Ma’mur Asmani, MA.
Penerbit : PT Elex Media Komputindo (Quanta)
Cetakan : I, 2019
Tebal : xvi + 244 halaman
ISBN : 978-602-04-9067-0

Pemikiran besar dan gerakan transformasi seorang KH MA Sahal Mahfudh menjadi oase bagi generasi muda untuk mengokohkan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pentingnya keterbukaan dalam menyikapi perbedaan yang memperkaya khazanah dan fleksibilitas agama dengan mengkajinya secara ilmiah dan mengupas dalil-dalil.

Demokrasi mengharuskan umat Islam yang memiliki persepsi dominan tentang Islam dan politik untuk melahirkan konsensus yang didasarkan pada kesadaran pluralisme dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Salah satu diskursus menarik dalam buku ini adalah terminologi tasawuf sosial yang digunakan setelah menelaah pemikiran dan laku hidup Kiai Sahal dalam bidang tasawuf. Dia menekankan nilai kebermanfaatan bagi sesama, mendorong manusia untuk mengimbangkan prestasi dunia dan akhirat, serta menghindarkan diri dari fatalisme absolut yang membahayakan masa depan.

Abu Wafa Al-Taftazani mengartikan tasawuf sebagai cara mengarungi hidup untuk meningkatkan kualitas akhlak, marifat, dan kebahagiaan sejati dengan metode pembersihan hati (halaman 16). Tasawuf sosial Kiai Sahal dapat dirumuskan setidaknya dalam beberapa pemikiran seperti saleh dan amanah.


Pemikiran lainnya tentang etika, wawasan, dan solusi untuk menetralisasi ketegangan antarkelompok Islam yang mengancam persatuan dan kesatuan umat. Ini memulai dengan prasangka baik terhadap sesama muslim, menghargai pendapat orang lain sepanjang ada dalilnya. Kemudian, tidak memaksakan kehendak bahwa pendapatnya paling benar, mengakui adanya perbedaan, dan tak membesarkannya (halaman 192).

Kiai Sahal menyebut hubungan manusia ada dua. Pertama, hubungan manusia dengan Sang Pencipta (al-khaliq) yang sifatnya eksklusif. Kedua, hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam lingkungan yang sifatnya fleksibel. Dalam konteks hubungan kedua ini, prinsip dasarnya adalah toleransi (tasamuh).

Dalam konteks interaksi sesama muslim dikenal ukhuwwah islamiyyah yang harus terus dipupuk dan dikembangkan. Sedangkan dalam konteks interaksi dengan nonmuslim, prinsip toleransi harus dikedepankan demi kepentingan kemaslahatan umum. Dengan saling memahami satu dengan yang lain akan tercipta keteraturan umum yang dikenal dengan kedisiplinan sosial (halaman 193).

Maka menarik sekali kajian tasawuf yang dilakukan Sahal, sehingga layak dijadikan teladan bagi generasi muda. Negara kita membutuhkan pemikiran yang mendukung setiap upaya mengokohkan persatuan dan kesatuan di tengah derasnya arus pertikaian antarkelompok terutama di dunia maya yang seakan bebas dari tata krama. Pancasila sebagai dasar negara sudah selayaknya dijunjung tinggi bersama.

Diresensi Sabtiyaningsih, Lulusan SMA Negeri 1 Weru, Sukoharjo, Jateng
Dimuat di Koran Jakarta edisi 12 Oktober 2019 link edisi daringnya: http://www.koran-jakarta.com/tasawuf-sosial-untuk-mengokohkan-pancasila/

09 Oktober 2019

Anak Itu Pun Rezeki

Edit Posted by with No comments

Rezeki setiap manusia, telah Allah Swt atur. Termasuk rezeki dari anak yang kita lahirkan. Meski demikian, masih banyak ibu atau calon ibu yang khawatir tentang hal itu.

Ada keluarga yang menginginkan anak tunggal, anak satu saja, agar "mudah" merawatnya. Ada juga cerita tentang seorang ibu yang dengan sengaja menggugurkan kandungan karena sudah mempunyai 5 anak, dengan berbagai dalih dan cara. Salah satunya karena takut tidak bisa "menghidupinya". Lebih miris lagi, saat ada keluarga yang memiliki banyak anak, justru menjadi bahan pembicaraan dan cibiran, dengan menyinggung soal kemampuan sang orangtua untuk membiayai hidup anak-anaknya tersebut.

Anak adalah amanah yang harus kita jaga. Dikaruniakan kepada kita dari Allah Swt, dengan "janji" rezeki yang disertakan bersamanya. Dari jalan mana pun rezeki tersebut adalah miliknya. Berarti bisa juga Allah Swt menitipkannya melalui rezeki kita. Dengan demikian, bukankah memiliki banyak anak bisa juga berarti bakal banyaknya rezeki yang menghampiri kita? Dan saat kita "menolak" memiliki anak, maka berarti kita telah memutus rezeki dari Allah Swt?

Selain bahwa anak memiliki rezekinya masing-masing, anak itu sendiri adalah sebuah rezeki. Banyak orang (keluarga) yang menikah puluhan tahun, tetapi belum dikaruniai momongan. Banyak perempuan mencoba berbagai program terapi, meminum berbagai macam obat, untuk dapat hamil dan memiliki anak. Kebutuhan akan anak sebagai penyejuk mata, ternyata bagi mereka nilainya bisa melebihi rezeki apa pun. Hal inilah yang harus kita pahami, agar dapat bersyukur atas karunia anak.


Kita tidak akan pernah tahu, anak yang manakah yang akan mampu menyayangi kita di masa tua. Juga menjadi investasi kita di akhirat dengan doanya. Kalau kita mempunyai banyak anak, jika ibaratnya ada satu anak yang tidak taat kepada kita, masih ada saudaranya yang lebih sayang kepada kita, bahkan menjaga kita di masa tua.

Anak-anak, yang merupakan amanah dan rezeki itu, mari syukuri dengan mendidik mereka menjadi saleh tanpa ada keraguan soal rezekinya. Allah telah menanggungnya. Bukan rezeki yang harus kita takutkan, tapi kemampuan kita mendidiknyalah yang harus kita perhatikan. <>

Oleh: Sabtiyaningsih, ibu rumah tangga.

Artikel ini dimuat di Majalah Hadila edisi 112 bulan Oktober 2016 halaman 19 pada rubrik Kolom Muslimah.